Dunia dalam jaringan atau web telah berevolusi dalam tiga dekade terakhir, dari mulanya web yang disebut 1.0, yang menandai kelahiran internet, hingga kini menuju gerbang Web 3.0.
Web 1.0 yang diwarnai teks dan gambar statis perlahan berubah menjadi Web 2.0, dunia internet yang kita kenal sekarang. Web 2.0 saat ini dikuasai beberapa entitas seperti Facebook dan Google yang membuatnya tersentralisasi atau terpusat.Sedangkan Web 3.0 yang saat ini didamba adalah dunia jaringan desentralisasi atau tidak terpusat.
Data yang bergerak di Web 3.0 tidak dikuasai perusahaan atau pihak manapun, melainkan kontrol dan kepemilikan terdistribusi di antara para pengguna.
Web 1.0 adalah era yang ditandai protokol terbuka yang terdesentralisasi. Platform paling awal yang dijalankan di internet ini didukung kode open-source, dibagikan melalui forum, sistem papan buletin, dan grup surat.
Sebagian besar yang terjadi di Web 1.0 tidak dipatenkan dan gratis.
Kemudian sekitar 2000 masuk ke Web 2.0, generasi baru layanan online muncul seiring peningkatan kecepatan internet yang membuat situs streaming seperti YouTube dan Netflix lebih menonjol.Lalu bersamaan hal tersebut juga muncul media sosial, disusul kemampuan terhubung ke media lain melalui layanan berbagi video atau streaming.
Era Web 2.0 juga menjadi saksi kebangkitan internet seluler, memberi lebih banyak akses ke platform berkat perangkat ponsel dan tablet.Platform Web 2.0 ini muncul dari bisnis dan korporasi. Kode serta platform open-source yang dulunya mendefinisikan Web 1.0 berubah menjadi sistem hak milik, sehingga tidak ada yang bisa menyalin dan memodifikasi model ini tanpa mengantisipasi konsekuensi hukum yang mungkin terjadi.
Selain itu, kemunculan platform semacam itu menyatukan pengguna ke dalam sistem terpusat, yang pada akhirnya dikendalikan perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google. Tak lama kemudian, pengumpulan data pengguna di sistem terpusat ini menjadi praktik standar dan sumber bisnis bagi mereka.
Kini perkembangan internet dan aplikasi terdesentralisasi (dApps/decentralized application) yang didukung jaringan blockchain muncul untuk ‘merebut’ kendali internet, menjadikannya hosting data terdistribusi dan platform yang kendalinya dikembalikan ke pengguna.
Dilansir dari Venture Beat, salah satu model platform desentralisasi yang ada sekarang adalah keuangan terdesentralisasi atau decentralized finance (DeFi).DeFi telah menawarkan jutaan orang di seluruh dunia sarana bertukar aset, mendapatkan penghasilan pasif, mengambil pinjaman, dan banyak lagi, yang dilakukan tanpa perantara yang minta imbalan besar.Dunia baru seperti DeFi membuka kemungkinan hal-hal baru seperti SocialFi, atau gabungan dari media sosial dan keuangan atau juga GameFi.
Semua platform ini bergantung pada blockchain.Tanpa blockchain, opsi mengirim uang melalui aplikasi sosial lebih rumit, kurang aman, dan akan membutuhkan pihak ketiga sebagai penengah.
Sementara itu, dengan bantuan blockchain, pengguna dapat bertransaksi lebih mudah, lebih efisien, serta menghilangkan perantara yang mahal.
Lebih lanjut, teknologi terdesentralisasi menyediakan model bisnis yang sama sekali baru untuk menggantikan pola dasar internet yang saat ini berlaku.
Model bisnis tersebut hadir dalam bentuk organisasi otonom terdesentralisasi (DAO/decentralized automated organization) yang mendistribusikan kontrol ke sekelompok pengguna, dan memungkinkan mereka memiliki suara untuk voting menentukan arah pengembangan platform serta mendorong penggunaan melalui kepemilikan.
Hal ini berarti perusahaan rintisan sekarang dapat bersaing di ‘ruang’ yang setara dengan layanan yang sudah ada, menarik basis pengguna melalui insentif dan menggunakan jaringan pengguna untuk memperluas jangkauan.
Kehadiran platform internet baru ini akan sepenuhnya mengubah signifikan cara pengguna, pengembang, dan semua merek berinteraksi di ruang digital.
Editor : gitaj