Apa itu Face Recognition
Face recognition atau dalam bahasa Indonesia pengenalan wajah adalah teknologi yang memungkinkan sistem komputer untuk menyimpan data indikator wajah ke dalam database dan kemudian menentukan apakah sistem mengenali orang tersebut atau tidak.
Teknologi face recognition memiliki banyak keunggulan terkait dengan pengenalan wajah seseorang dengan menggunakan sistem. Salah satunya adalah Memberikan akses kepada orang-orang yang wajahnya terdaftar di dalam sistem. Selain itu, di beberapa negara maju, face recognition juga digunakan sebagi keamanan tambahan untuk melindungi tempat-tempat penting, seperti bandara dan instansi pemerintahan dari penyusup atau buronan.
Dengan membandingkan data personal yang terdeteksi oleh kamera dan dicocokan dengan database, sistem dapat dengan cepat mengidentifikasi keberadaan seseorang terkait kejahatan, sehingga dapat lebih mudah dilacak. Kamera pengintai yang dibangun dengan sistem pengenalan wajah yang terintegrasi juga akan mudah melacak buronan atau teroris internasional.
Sejarah Face Recognition
Sejarah face recognition dimulai pada tahun 1964 oleh Woody Bledsoe, Helen Chen Wolfe dan Charles Beeson untuk mengenali wajah seseorang, tetapi karena didanai oleh badan intelijen, hasil pekerjaan ini tidak pernah dipublikasikan secara resmi, meski begitu, karya yang mereka hasilkan menjadi cikal bakal sistem komputer untuk mengenali berbagai objek penting di wajah, seperti bibir, bentuk mata, dan hidung.
Mereka menggunakan perhitungan komputer dan metode rotasi matematika untuk menentukan wajah seseorang dari berbagai sudut pengambilan gambar. Di Goldstein sekitar tahun ’70-an, Harmon dan Lesk menggunakan pengenalan objek dasar dari Bledsoe dan teman-temannya dan menambahkan detail seperti warna rambut dan ketebalan bibir. Pada akhir 1980-an, Sirovic dan Kirby mulai menggunakan aljabar linier untuk memecahkan masalah pengenalan wajah.
Pada awal 1990-an, Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) dan NIST meluncurkan program Facial Recognition Technology (FERET) untuk pasar komersial. Pada tahun 2017, Apple menjadi perusahaan pertama yang menggunakan pengenalan wajah pada teknologi smartphone berupa FaceID untuk membuka kunci ponsel pada iPhone X.
Cara Kerja Face Recognition
Berikut adalah cara kerja pada device face recognition system yaitu:
- Pendeteksian wajah. Pendeteksian wajah dilakukan dengan pengambilan foto wajah dari manusia dengan memindai foto 2D secara digital, atau bisa juga menggunakan video untuk mengambil foto wajah 3D.
- Penjajaran. Setelah wajah berhasil dideteksi, software akan dapat menentukan posisi, ukuran, dan sikap kepala. Pada software 3D foto wajah mampu dikenali hingga 90 derajat, sedangkan untuk software 2D posisi kepala harus menghadap kamera paling tidak 35 derajat.
- Pengukuran. Selanjutnya software dapat mengukur lekukan yang ada pada wajah dengan menggunakan skala sub-milimeter (microwave) dan membuat template.
- Representasi. Kemudian jika template sudah jadi maka template tersebut dapat diterjemahkan kedalam sebuah kode yang unik, yang mempresentasikan setiap wajah.
- Pencocokan. Jika foto wajah yang telah direpresentasikan dan ketersediaan foto wajah dalam basis data sama-sama 3D, proses pencocokan dapat langsung dilakukan. Namun, saat ini masih ada tantangan untuk mencocokkan representasi 3D dengan basis data foto 2D. Teknologi baru kini tengah menjawab tantangan ini. Ketika foto wajah 3D diambil, software akan mengidentifikasikan beberapa titik (biasanya tiga titik) yaitu mata bagian luar dan dalam, serta ujung hidung. Berdasarkan hasil pengukuran ini software akan mengubah gambar 3D menjadi 2D, dan membandingkannya dengan gambar wajah 2D yang sudah ada di dalam basis data.
- Verifikasi atau identifikasi. Verifikasi merupakan proses pencocokkan satu berbanding satu. Sedangkan identifikasi adalah perbandingan foto wajah yang diambil dengan seluruh gambar yang memiliki kemiripan dalam database.
- Analisis tekstur wajah. Kemajuan dalam software face recognition adalah penggunaan biometrik kulit atau keunikan tekstur kulit untuk meningkatkan akurasi hasil pencocokkan. Namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan proses analisis tekstur ini tidak dapat bekerja, misalnya pantulan cahaya dari kacamata atau foto wajah yang menggunakan kacamata matahari. Faktor penghambat analisis lainnya adalah rambut panjang yang menutupi bagian tengah wajah, pencahayaan yang kurang tepat (yang mengakibatkan foto wajah menjadi kelebihan atau kekurangan cahaya), serta resolusi yang rendah (foto diambil dari kejauhan).
Editor by : Flqyrd
0 Komentar